Hidupku Memang Seperti Sampah yang Tak Ternilai, Aku adalah Sampah yang Bermimpi dari Hinaan Orang


Hidupku seperti sampah. Kata-kata itu mungkin terdengar menyakitkan, bahkan menghina, bagi sebagian orang. Namun, bagiku, itu adalah sebuah kenyataan, sebuah metafora yang menggambarkan perjalanan hidupku yang penuh dengan stigma dan kecaman.

Aku tumbuh besar di tengah pandangan sinis dan cibiran masyarakat.  Orang-orang mencibir pekerjaanku sebagai pemulung,  mencapku sebagai manusia yang hina dan tak berguna.  Mereka menganggap profesiku sebagai hal yang memalukan, yang harus disembunyikan.  Kata-kata "sampah" sering kali dilontarkan kepada diriku, menjadi senjata verbal yang melukai harga diriku.

Namun, di balik cibiran dan pandangan sebelah mata itu, aku menemukan kekuatan.  Aku menyadari bahwa sampah bukanlah sesuatu yang selalu hina.  Sampah adalah sesuatu yang memiliki nilai, yang dapat diubah menjadi sesuatu yang bermanfaat.  Begitu pula dengan hidupku, yang mungkin dianggap sebagai sampah oleh sebagian orang. Aku, dengan segala keterbatasan dan stigma yang melekat padaku,  berusaha  untuk  mencari  nilai  dan  manfaat  dari  hidup  ini.

"Cacian itu bagiku makananku, berhari-hari dihina bagiku adalah suatu hal yang baik." Kalimat ini menjadi mantra yang terus terngiang dalam hatiku.  Aku menganggap cacian dan penghinaan sebagai pupuk bagi jiwa, yang membantu aku  tumbuh  dan  bertahan.  Aku  belajar  untuk  tidak  merasa  terbebani  oleh  stigma  yang  melekat  padaku.  Justru  melalui  stigma  itu,  aku  menemukan  kekuatan  untuk  berjuang  dan  menunjukkan  bahwa  aku  bernilai.

"Dan  suatu  pekerjaan  yang  hina  itu  justru  yang  menghinanya,"  kata  hati  kecilku.  Aku  menyadari  bahwa  kebencian  dan  penghinaan  itu  tidak  berasal  dari  diriku,  melainkan  dari  orang-orang  yang  merasa  terancam  oleh  keberadaanku.  Mereka  mencoba  menurunkan  derajatku  untuk  menutupi  rasa  tidak  percaya  diri  mereka  sendiri.

Aku  tidak  merasa  hina  menjadi  pemulung.  Aku  malah  bangga  bisa  membersihkan  lingkungan  dan  memberikan  manfaat  bagi  orang  lain.  "Mulung sampah alias nggrosok luru aqua bekas atau sampah itu bukan hal yang hina,"  aku  mengucapkan  dalam  hati.  Aku  menjalankan  pekerjaanku  dengan  semangat  dan  kebanggaan,  menunjukkan  bahwa  aku  adalah  manusia  yang  bermartabat  dan  berharga,  selayaknya  semua  manusia  lainnya.

Hidupku  seperti  sampah,  ya,  tapi  aku  ingin  menjadi  sampah  yang  bermanfaat.  Aku  ingin  menunjukkan  pada  dunia  bahwa  sampah  pun  bisa  berubah  menjadi  sesuatu  yang  bernilai.  Aku  ingin  meraih  mimpi  dan  mencapai  kesuksesan  dengan  cara  ku  sendiri,  tanpa  merasa  terbebani  oleh  pandangan  sinis  masyarakat.  Aku  akan  terus  berjuang,  terus  mencari  nilai  dan  manfaat  dalam  hidup  ini,  meskipun  banyak  yang  mengatakan  bahwa  hidupku  hanya  sebatas  sampah.

Sampah  bukanlah  sesuatu  yang  hina.  Hidup  pun  bukanlah  sesuatu  yang  hina.  Semua  kita  memiliki  nilai  dan  manfaat,  terlepas  dari  stigma  dan  pandangan  masyarakat.  Bersikaplah  positif,  berjuanglah  untuk  meraih  mimpi,  dan  jangan  pernah  merasa  hina  karena  kamu  adalah  manusia  yang  berharga!

Penulis : Jefri Asmoro Diyatno

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tiga Puluh Satu Tahun Berjalan, Di Balik Tawa Tersimpan Rindu yang Mendalam

Setetes Air Mata di Balik Gaun Wisuda: Sebuah Kisah Pilu Menuju Puncak Impian