Setetes Air Mata di Balik Gaun Wisuda: Sebuah Kisah Pilu Menuju Puncak Impian
PACITAN, - Hari ini, 28 Desember 2024, sebuah lembaran baru dalam perjalanan hidupku resmi terukir. Namun, di balik gaun wisuda yang melambangkan kegembiraan dan pencapaian, terdapat sebuah kisah pilu yang meneteskan air mata kehilangan yang tak tergantikan.
Aku berdiri di atas panggung wisuda sebagai sarjana Ekonomi Syariah. Sebuah pencapaian yang pernah terasa mustahil, kini menjadi kenyataan. Namun, senyum yang terukir di wajahku tak mampu menutupi rasa sedih yang menyergap jiwaku.
Rasa kehilangan menyergap saat aku mengingat sosok yang selalu memberikan motivasi dan doa tanpa henti sepanjang perjalananku menuju wisuda ini. Almh. Ibuku, yang selalu mengucapkan kalimat sakti yang menghidupkan semangatku, "Tamatkan studi belajar kamu, niscaya kebaikan dan kesuksesan akan menghampiri diri kamu pribadi," kini tak lagi berada di sisiku.
Bayangan tentang perjuangan meniti bangku kuliah setelah menamatkan SMK selama enam tahun tanpa menjejak dunia pendidikan formal kembali menghantui pikiran. Rasa takut akan kegagalan menyergap, apalagi ketika sadar bahwa kekuatan hanya berasal dari usaha sendiri tanpa sokongan dana signifikan dari keluarga atau bantuan pemerintah.
Tak sedikit kali aku merasa tertekan. Sempat terputus sejenak dari kuliah karena kondisi ekonomi yang belum memadai dan beban kerja yang tak bisa dipisahkan dari perkuliahan. Namun, bisikan lembut itu terus terngiang di telingaku, menghidupkan kembali nyala semangatku.
Hari ini, aku berdiri di puncak impian yang pernah terasa mustahil. Namun, kebahagiaan ini tercampur dengan rasa sedih yang mendalam. Aku ingin berbagi pencapaian ini dengan sosok yang selalu mendukungku, namun takdir telah memilih jalan lain.
Gelar sarjana yang kulepas bukan hanya sebuah prestasi pribadi, tapi juga buah dari pengorbanan dan dukungan dari orang-orang yang kucintai. Namun, kehadiran Ibu yang selalu kurasakan di setiap langkah hidupku kini hanya tinggal kenangan.
Wisuda ini bukan tanda akhir dari perjuangan, melainkan gerbang awal untuk menjalani perjalanan baru. Aku berharap, ilmu yang telah kudapat dapat bermanfaat bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat, dan bangsa.
Namun, di balik senyum bahagia ini, air mata kehilangan terus mengalir. Aku akan menjalankan setiap langkah hidupku dengan mengingat pesan Ibu yang selalu menjadi motivasi terbesar. Semoga aku bisa menjadi individu yang bermanfaat dan mampu mengabdikan diri untuk kebaikan bersama, sebagai penghormatan terakhir untuk sosok yang telah pergi.***
Penulis : Jefri Asmoro Diyatno
Komentar
Posting Komentar