KONSEP REZEKI



KONSEP REZEKI

Konsep Rezeki Menurut Ajaran Islam

Berikut sejumlah konsepsi rezeki (rizqi) yang telah banyak dipaparkan menurut ajaran Islam:

1.  Langkah kaki yang dimudahkan untuk hadir ke majelis ilmu, itu adalah rizqi.

2. Langkah kaki yang dimudahkan untuk shalat berjamaah di masjid, adalah rizqi.

3.  Hati yang oleh Allah dijaga jauh dari iri, dengki, dan kebencian, adalah rizqi.

4. Punya temen yang saleh dan saling mengingatkan dalam kebaikan, itu juga rizqi.

5. Saat keadaan sulit penuh keterbatasan, itu juga rizqi.Mungkin jika dalam keadaan sebaliknya (lapang), justru membuat kita kufur, sombong, angkuh bahkan lupa diri.

6. Punya orang tua yang sakit-sakitan, ternyata juga rizqi, karena merupakan ladang amal pembuka pintu surga bila kita tulus dan ikhlas mengurusnya.

7.  Tubuh yang sehat, adalah rizqi. Bahkan saat diuji dengan sakit pun, itu juga bentuk lain dari rizqi karena sakit adalah penggugur dosa.

8. Suami Istri dan anak-anak sehat itu Rizki, anak-anak Anda sekolahnya lancar itu Rizki, hidup rukun sama tetangga itu rizqi.

9.  Bahkan bila Anda mendapatkan kiriman kajian tausiah keagamaan yang mengajak kebajikan dari group Medsos itu juga rizqi, karena Anda memperoleh ilmu darinya.

Justru yang harus kita waspadai adalah ketika hidup kita berkecukupan, penuh dengan kemudahan dan kebahagiaan, padahal begitu banyak hak Allah yang belum mampu atau tidak kita tunaikan.

Ingat pesan Allah dalam Al-Quran ini:

ﻭَﻣَﺎ ٱﻟْﺤَﻴَﻮٰﺓُ ٱﻟﺪُّﻧْﻴَﺎٓ ﺇِﻻَّ ﻣَﺘَٰﻊُ ٱﻟْﻐُﺮُﻭﺭِ

“... Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu”.
(QS Al-Hadid - 57:20)

Memahami Konsep Rezeki dalam Islam

Berikut beberapa kesimpulan mengenai konsep rizki dalam islam,

Pertama,
Semua makhluk rizkinya telah dijamin oleh Allah.

Ada banyak dalil yang menunjukkan hal ini. Diantaranya, firman Allah,

وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا

“Tidak ada satupun yang bergerak di muka bumi ini kecuali Allah yang menanggung rizkinya”.
(QS Hud: 6)

Dalam hadis dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bercerita tentang proses penciptaan manusia.

ثُمَّ يُرْسَلُ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيهِ الرُّوحَ وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِىٌّ أَوْ سَعِيدٌ

“Kemudian diutus malaikat ke janin untuk meniupkan ruh dan diperintahkan untuk mencatat 4 takdir, takdir rizkinya, ajalnya, amalnya dan kecelakaan atau kebahagiaannya.”
(HR Muslim 6893)

Turunan dari prinsip ini bahwa siapapun anggota keluarga yang nafkahnya menjadi tanggung jawab kita, hakekatnya yang memberi rizki mereka adalah Allah dan bukan kepala keluarga. Kepala keluarga yang bekerja hanya perantara untuk rizki yang Allah berikan bagi anak-anaknya.
Ibnu Katsir menceritakan,
Ada seseorang yang mengadu kepada Ibrhim bin Adham – ulama generasi Tabi’ut Tabi’in – karena anaknya yang banyak. Kemudian beliau menyampaikan kepada orang ini,

اِبعَثْ إِلَيَّ مِنهُمْ مَنْ لَيْسَ رِزْقُهُ عَلَى اللهِ، فَسَكَتَ الرَّجُل

“Anakmu yang rizkinya tidak ditanggung oleh Allah, silahkan kirim ke sini.” Orang inipun terdiam.
(al-Bidayah wa an-Nihayah, 13/510)

Catatan:

Prinsip ini tidak mengajarkan agar kita berpangku tangan dan diam tidak bekerja. Dengan anggapan semua telah ditaqdirkan. Ada beberapa alasan untuk membantah pendapat ini,

[1]  Benar rizki manusia  telah ditaqdirkan, tapi taqdir itu rahasia Allah, yang tidak kita ketahui. Sementara sesuatu yang tidak kita ketahui, tidak boleh dijadikan alasan.

[2]  Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa tawakkal tidak menghilangkan ikhtiyar (usaha mencari rizki).  Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَوْ أَنَّكُمْ تَوَكَّلْتُمْ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا

“Seandainya kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakal, niscaya Allah akan memberikan rezeki kepada kalian sebagaimana Dia memberi rezeki kepada seekor burung, yang keluar pada pagi hari dalam keadaan lapar lalu sore harinya pulang dalam keadaan kenyang.”
(HR Turmudzi 2344, Ibn Hibban 730 dan dihasankan Syuaib al-Arnauth)

Imam Ahmad menjelaskan, “Hadis ini tidak menunjukan bolehnya berpangku tangan tanpa berusaha. Bahkan padanya terdapat perintah mencari rezeki. Karena burung tatkala keluar dari sarangnya di pagi hari demi mencari rezeki.”

Terimakasih Sudah Mampir di Website Saya,
Semoga Artikel Ini Bermanfaat, Dan Berguna Bagi Kehidupan  Kita Sehari-hari
Jika Kalian Menyukai artikel Dari Saya, Kalian Bisa Bagikan Ke Media Sosial
Terimakasih Atas Kunjunganya ,
Semoga bermanfaat untuk kita Amalkan Di Kemudian Hari,
Anda Bisa Mampir Ke Chanel Youtube Saya,
Melihat /Menonton Kary Saya,
Jika Kalian Menyukai Kalian Klik Tombl like, Dan Juga Share, Dan Langganan Klik Subscribe, Untuk Mengetahui Update Terbaru Dari Saya,

My link Youtube : https://www.youtube.com/user/94jefry

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tiga Puluh Satu Tahun Berjalan, Di Balik Tawa Tersimpan Rindu yang Mendalam

Hidupku Memang Seperti Sampah yang Tak Ternilai, Aku adalah Sampah yang Bermimpi dari Hinaan Orang

Setetes Air Mata di Balik Gaun Wisuda: Sebuah Kisah Pilu Menuju Puncak Impian